2. A. Sumber-sumber Hukum Internasional
Perkataan sumber hukum dipakai dalam beberapa arti yaitu Pertama, kata sumber hukum dipakai dalam arti dasar berlakunya hukum. Dalam arti yang dipersoalkan ialah apa sebabnya hukum itu mengikat ? Sumber hukum dalam arti ini dinamakan sumber hukum dalam arti material karena menyelidiki masalah : apakah yang pada hakekatnya menjadi dasar kekuatan mengikat hukum dalam hal ini hukum internasional. Kedua, kata sumber hukum ialah sumber hukum dalam arti formal yang memberi jawaban kepada pertanyaan : dimanakah kita mendapatkan ketentuan hukum yang dapat diterapkan sebagai kaidah dalam satu persoalan yang konkrit (Kepustakaan Hukum Internasional Inggris istilah sumber hukum dalam arti material (material sources) digunakan dalam arti yang justru sebaliknya). Namun, ada kalanya sumber hukum dipergunakan juga dalam arti lain yaitu : kekuatan factor atau apakah politis, kemasyarakaatan, ekonomis, tekhnis, dan psikologis. Kemudian akan membantu dalam pembentukan hukum sebagaai suatu bentuk perwujudan atau gejala social dalam kehidupan masyarakat manusia. Istilah lain dikatakan sumber hukum dimaknakan meneliti faktoc kausal atau penyebab yang turut membantu dalam pembentukan suatu kaidah. Persoalan ini lebih terletak dalam bidang luar ilmu hukum (esktra yuridis). Sebagaimana juga masalah sumber hukum material merupakan soal ekstra yuridis yakni pada hakekatnya merupakan persoalan falsafah. Bagi seorang yang belajar hukum positif yaitu hukum yang berlaku seperti misalnya mahasiswa fakultas hukum atau seorang pengacara atau pejabat diplomatic, yang terpenting diantara tiga arti kata sumber hukum diatas adalah sumber hukum dalam arti formal. Kajian sumber hukum Internasional biasanya Mahkamah Internasional akan mempergunakan :
1) Perjanjian Internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa. Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu. Biasanya perjanjian itu harus dilakukan oleh subyek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional. Misalnya perjanjian antara negara dengan organisasi internasional (antara Amerika Serikat dengan PBB mengenai status hukum tempat kedudukan tetap PBB di Newyork) atau perjanjian antara suatu organisasi internasional dengan organisasi internasional lainnya. Salah satunya perjanjian yang diadakan antara Takhta Suci dengan negara-negara. Walaupun yang diatur dalam perjanjian itu semata-mata urusan gereja dan bukan urusan kenegaraan. Namun, Takhta Suci merupakan subyek hukum yang diakui dalam hukum internasional.
2) Kebiasaan Internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang telah diterima sebagai hukum. Dikatakan “Internasional custom, as evidence of a general practice accepted as law”. Kebiasaan internasional adalah kebiasaan internasional yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum. Serta, unsur-unsurnya harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum dan kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum. Namun, kapankah dapat dikatakan kebiasaan internasional itu merupakan satu kebiasaan umum ?Pertama, perlu adanya satu kebiasaan dimana pola tindak yang berlangsung lama kemudian menjadi serangkaian tindakan yang serupa mengenai hal dan keadaan yang serupa pula.Kedua, kebiasaan atau pola tindak yang merupakan serangkaian tindakan yang serupa mengenai hal dan keadaan yang serupa diatas harus bersifat umum dan bertalian dengan hubungan internasional. Hanya apabila unsur-unsur tersebut diatas dipenuhi dan dapat dikatakan sebagai kebiasaan internasional yang bersifat umum. Berikutnya yaitu unsur psikologis yang menghendaki bahwa kebiasaan internasional dirasakan memenuhi suruhan kaidah atau kewajiban hukum, atau seperti dikatakan dalam Bahasa Latin “opinio juris sive necessitates”. Contoh kebiasaan internasional dalam hukum perang. Penggunaan bendera putih sebagai bendera parlementer digunakan sebagai bendera yang memberikan perlindungan kepada utusan yang dikirim untuk mengadakan hubungan dengan pihak musuh. Kemudian mengapa itu bisa dikatakan sebagai kebiasaan internasional dikarenakan memang dimasa lampau diterima sebagai sesuai dengan hukum dimasa itu. Namun, karena mahkamah internasional seringkali melakukan perubahan. Maka, bisa juga dikatakan bahwa perjanjian internasional yang berulangkali diadakan mengenai hal yang sama dapat menimbulkan suatu kebiasaan dan menciptakan lembaga hukum melalui proses hukum kebiasaan internasional.
3) Prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa,dalam catatan Piagam Mahkamah Internasional pasal 38 ayat 1 menyatakan “Asas hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab”. Asas hukum umum ialah asas hukum yang mendasari system hukum modern. Hukum modern ialah system hukum yang positif yang didasarkan atas asas dan lembaga hukum Romawi. Sebagai akibat kenyataan sejarah bahwa sejak zaman kejayaan imperialisme dan kolonialisme negara-negara Eropa Barat sebagai negara maritim dan niaga yang besar telah menjelajahi (menjajah) sebagian besar permukaan bumi. Maka, asas dan lembaga hukum tersebut diatas telah menyebar keseluruh penjuru dunia. Walaupun cara penerimaan asas dan lembaga hukum negara barat oleh berbagai bangsa didunia berlainan. Namun, tidaklah terlalu salah untuk mengatakan bahwa banyak asas dan lembaga hukum yang berasal dari negara-negara barat dan didasarkan atas asas dan lembaga hukum Romawi telah diterima secara umum oleh bangsa-bangsa didunia dewasa ini.
4) Keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara, sebagai sumber tambahan bagi menetapkan kaidah hukum maka Keputusan pengadilan Mahkamah Internasional tidak dikenal asas keputusan pengadilan yang mengikat (rule of binding precedent). Tertera dalam pasal 59 yang mengatakan bahwa “The decision of the court has no binding force except between the parties and in respect of that particular case”. Walaupun keputusan pengadilan internasional tidak memiliki kekuatan yang mengikat. Namun, keputusan Mahkamah Internasional bersifat permanent (Permanent Court of International justice), Mahkamah Internasional (International Court of justice), Mahkamah Arbitrase Permanen (Permanent Court of Arbitration) yang memiliki kekuatan besar dalam hukum internasonal. Sedangkan mengenai sumber hukum tambahan yang berikutnya ajaran para sarjana hukum terkemuka dapat dikatakan bahwa penelitian dan tulisan yang dilakukan oleh para sarjana terkemuka sering dapat dipakai sebagai pegangan atau pedoman untuk menemukan apa yang menjadi hukum internasional.
5) Keputusan badan perlengkapan (organs) organisasi dan lembaga internasional, belakangan memang pertumbuhan lembaga dan organisasi internasional dalam belakangan telah mengakibatkan timbulnya berbagai keputusan baik dari badan legislative, eksekutif, dan yudikatif. Adanya organisasi internasional itu tidak bisa diabaikan dalam suatu pembahasan tentang sumber hukum internasional. Walaupun keputusan demikian belum dapat dikatakan meruapakan sumber hukum internasional dalam arti yang sesungguhnya.
B. Subyek Hukum Internasional
Ada beberapa teoritis yang menyatakan bahwa Subyek Hukum Internasional sebenarnya hanyalah Negara. Dimana perjanjian internasional misalnya konvensi-konvensi Palang Merah tahun 1949 (Nama resminya adalah konvensi-konvensi Jenewa tahun 1949 tentang perlindungan korban perang). Memberikan hak dan kewajiban tertentu. Maka, hak dan kewajiban itu diberikan konvensi secara tidak langsung kepada orang-perorangan (individu) melalui negaranya yang menjadi konvensi itu. Melalui konstruksi demikian, maka banyak keadaan dan peristiwa dimana individu menjadi subyek hukum internasional berdasarkan suatu konvensi dapat dikembalikan pada negaranya yang menjadi peserta konvensi yang bersangkutan. Ada teori yang lain juga mengatakan subyek hukum internasional kebalikannya bahwa sebenarnya individu merupakan subyek hukum yang sesungguhnya dari hukum internasional. Karena dalam analisa terakhir individullah yang merupakan subyek segala hukum nasional maupun internasional. Menurut teori ini dikemukakan oleh Kelsen dalam bukunya principles of international law dengan logika dan analisa yang sukar dibantah. Apa yang dinamakan hak dan kewajiban negara sebenarnya adalah hak dan kewajiban semua manusia yang merupakan anggota pandangan teori Kelsen ini negara tidak lain dari suatu konstruksi yuridis yang tidak akan mungkin tanpa manusia-manusia anggota masyarakat itu. Berbeda halnya dengan suatu pendekatan praktis yang berpangkal tolak pada kenyataan yang ada. Baik kenyataan mengenai keadaan masyarakat internasional pada masa sekarang maupun hukum yang mengaturnya. Fakta atau kenyataan yang ada bisa timbul karena sejarah atau karena desakan kebutuhan perkembangan masyarakat hukum internasional atau apabila ia merupakan suatu fakta hukum bisa juga ada karena memang diadakan oleh hukum sendiri. Dalam arti yang sebenarnya memang subyek hukum internasional adalah pemegang (segala) hak dan kewajiban menurut hukum internasional. Artinya negaralah yang merupakan subyek hukum internasional. Namun, diantara dua kutub yang ekstrim ini terdapat pelbagai macam subyek hukum internasional yang memperoleh kedudukannya berdasarkan hukum internasional yang memperoleh kedudukannya berdasarkan hukum kebiasaan internasional karena perkembangan sejarah. Bagi pengamatan secara hukum positif tidak menjadi soal apa yang menjadi sumber hukum dari hak kewajiban itu. Apabila kita melihat persoalan secara demikian maka hukum internasional mengenal subyek hukum internasional sebagai berikut :
1) Negara : Negara bisa dikatakan subyek hukum internasional dikarenakan memang masih ada yang beranggapan bahwa hukum internasional itu pada hakekatnya adalah hukum antarnegara. Contoh dalam suatu negara federal yang menjadi pengemban hak dan kewajiban subyek hukum internasional adalah pemerintah federal. Tetapi ada kalanya konstitusi federal memungkinkan negara bagian mempunyai hak dan kewajiban yang terbatas atau melakukan hal yang biasanya dilakukan oleh pemerintah federal.
2) Tahkta Suci : Takhta Suci (Vatikan) bisa dikatakan subyek hukum internasional dikarenakan memang Tahkta suci sudah ada sejak dahulu disamping negara. Sejarah sejak zaman ketika Paus bukan hanya merupakan kepala gereja Roma. Akan tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga sekarang Takhta Suci mempunyai perwakilan diplomatic dibanyak ibukota negara. Kedudukannya sejajar dengan wakil diplomatic negara-negara lain.
3) Palang Merah Internasional : Palang Merah Internasioanl bisa dikatakan subyek hukum internasional dikarenakan memang sekarang secara umum diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan dengan ruang lingkup yang tidak terbatas. Statusnya diperkuat oleh adanya Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang perlindungan korban perang.
4) Organisasi Internasional : Organisasi Internasional bisa dikatakan subyek hukum internasional dikarenakan memang organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional yang merupakan semacam anggaran dasarnya. Diperkuat lagi dengan PBB membentuk Badan-badan Khusus (Specialized Agencies) seperti :
- International Telecommunications Union (ITU)
- Universal Postal Union (UPU)
- International Labor Organization (ILO)
- International Bank for Reconstruction and Development (World Bank)
- International Monetary Fund (IMF)
- Food and Agriculture Organization (FAO)
- International Civil Aviation Organization (ICAO)
- United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)
- World Health Organization (WHO)
- World Meteorological Organization (WMO)
- International Maritime Colsultative Organization (IMCO)
- International Atomic Energy Authority (IAEA)
5) Individu : Individu bisa dikatakan subyek hukum internasional bertujuan untuk melindungi hak minoritas. Misalnya dalam memutuskan perkara menyangkut pegawai kereta api(Danzig Railway Official’cas) dalam perkara ini Mahkamah Internasional memutuskan perkara tersebut untuk melakukan perjanjian internasional yang memberikan hak tertentu kepada orang-perorangan. Maka, hak itu harus diakui dan mempunyai daya laku dalam hukum internasional. Artinya diakui oleh suatu badan peradilan internasional.
6) Pemberontak dan pihak Sengketa (belligerent) : Pemberontak dan pihak Sengketa bisa dikatakan subyek hukum internasional dikarenakan memang menurut huk perang. Pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa dalam beberapa keadaan tertentu yaitu :
- Hak menentukan nasib sendiri
- Hak secara bebas memilih system ekonomi, politik dan social sendiri
- Hak menguasai sumber kekayaan alam dari wilayah yang didudukinya