Temui Dia dijembatan Revolusi

Part 1

Dalam Catatan seorang Vanguard yang meyakini kesetiaannya adalah solusi konkrit dituangkan dalam sebuah Ideologi. Rasa yang dimiliki tidak hanya rasa bertanggung jawab. Tapi, juga rasa adil atas kinerja yang ilmiah dan progresspun akan selalu mendampingi atas kesulitan maupun kekurangan yang selalu menghantui jejak hitam diatas putih seorang Vanguard. 

Ada pertanyaan kecil yang muncul dalam benaknya. Apakah dia siap Mati ?......
Dunia memang penuh dengan nilai kontradiksi......
Pergulatan Klas yang tidak bisa dihindari....
Nilai Historis yang telah banyak menciptakan persepsi......
Sampai pada tahapan ideologipun ada sebuah ilusi......

Pola pikirnya yang diinjak, Fisiknya ditembaki dan sekujur tubuhnya dihancurkan sebuah Atom yang mematikan oleh nilai-nilai kimia yang diperhalus dan dibungkus dengan sedemikian rapi.

Memang, analogi penindasan terkadang sulit dihindari oleh yang namanya kematian. Tapi lagi-lagi bukan sebuah kematian yang harus dituangkan disini. Tapi, hanya kata Revolusi bergerak melawan segala bentuk Tirani. Sekalipun perjuangan butuh keberpihakan yang pasti nan penuh nilai-nilai sebuah konsekuensi.

Teriakan kecil hatinya berkata "Sekali lagi perjuanganku hanya kupersembahkan pada Massa. Massa yang bisa merubahnya. Tanpa mereka Vanguard bukanlah apa-apa dalam forum yang maju maupun organisasi yang tak terasa umurnya semakin larut."

Memang dalam hal internal organisasi sosok revolusioner seorang Vanguard mampu menunjukkan taringnya. Baik angkat bicara strategi maupun solusi.

Tapi, kenapa otaknya seolah-olah terbungkus. Ketika ada orang yang dia kasihi menciptakan dunia bisu tanpa arti sebuah ungkapan. Aku mati dengan sikap dan perilakunya yang sulit dipahami untuk dimaknai sejuta arti. 

Malam yang hanya ditemani frestea didepannya. Apache hobby kesejatian lelaki yang murahan dalam identitas money. Senyumlah yang hanya bisa terrelaksasi dalam bibir dan mata yang membingungkan.

Harapan terbesar atas jiwa-jiwa nan suci yang tanpa harus marah dengan situasi :

"Bintang yang mempertemukan kita,
Cinta yang mempertemukan kita,
Oh Tuhan dengarkan Doa,
Dari Cinta yang terlarang.

Rasa yang mempersatukan kita,
Cinta yang mempertahankan kita,
Oh Tuhan dengarkan Do'a.
Dari Cinta yang terlarang."

Sekalipun terasa sakit disebelah mata kanan. Tapi, tidak ia katakan digenggaman tangan kirinya.

Semoga waktu yang terlalu kejam mendidik seorang Vanguard. Mendidik ia semakin kuat segala situasi dan kondisi. Jika Rakyat yang menolak penggusuran lahan mengharuskan mereka berhadapan dengan tameng dan kawat berduri. Dalam logika seorang Vanguard "Diam_Nya ada persoalan yang berkecamuk ala logika romantisme yang tak pasti. Ampuunnn."

0 komentar:

Posting Komentar