Bicara soal mata ternyata
harus menggunakan hati. Atas apa yang dirasa dengan sosok yang paling
istimewa. Berharap ini sebuah keberuntungan atas kesadaran saling
memiliki dan perhatian yang disepakati bersama melalui media CINTA.
Sungguh, kali ini membuat hidup tambah berwarna. Kamu ajari aku untuk
selalu teguh dalam perjuangan. Akan selalu setia dengan kesabaran.
Sampai pada tahapan kita tidak terus untuk bersamapun. Kau menggodaku
lewat senyum dan tawamu yang terus menghantui dalam setiap lamunan.
Memang,
aku sang Macan yang terus meraung ketika ada ketidakjelasan segala
kontradiksi kehidupan yang harus berpihak dan melawan segala bentuk
penindasan. Serta, kamu pernah katakan “kau adalah orang yang sangat
menyukai organisasimu. Sehingga, kau tidak punya kesempatan untuk
berfikir tentang dirimu sendiri”. Tapi dengan kali ini dan
berikutnya. Aku luluh, seumpama besi kau panggangi aku diatas tumpuan
Api yang sangat panas yang aku maknai kasih sayang dan bunga dibalik
jeritan aktivis gerakan Sang Demonstran.
Aku tak pernah
mengganggap pertemuan kita laksana Romeo dan Juliet yang dipertemukan
lewat Media Coklat. Tapi, kuanggap pertemuan kita sakral yang
dipertemukan dalam kerangka intelektual. Saling memotivasi, terus
berfikir yang berkemajuan. Serta berkenginan cita-cita kehidupan yang
tinggi demi tercapainya sebuah impian. Atas apa yang kamu inginkan
maupun atas apa yang kuideologisasikan.
Ternyata Cinta
dibalik perbedaan tidak membuat segala kegundahan. Asalkan aku mengerti
atas apa yang kamu kerjakan dan kamu memahami atas apa yang
kurelaksasikan.
Bunderan kujadikan saksi. Bila,
kuberpaling. Maka, kau bunuhlah aku dengan sejuta kerinduan. Bukan
sekedar ucapan ikatan nuranilah yang memberikan keberanian kuberucap
demikian.
0 komentar:
Posting Komentar