Puisi Whiji Tukul



Ketika penguasa pidato,
Kita harus hati-hati,
Barangkali mereka putus asa.

                Kalau rakyat bersembunyi,
                Dan berbisik-bisik ketika membicarakan massa hanya sendiri,
                Penguasa harus waspada,
                Dan mencoba belajar mendengar.

Bila rakyat tidak berani mengeluh,
Itu artinya sudah gawat,
Dan bila omongan penguasa tidak boleh dibantah,
Kebenaran pasti terancam.

                Apabila usul ditolak tanpa ditimbang,
                Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan,
                Hanya ada satu kata lawan.............................

Sesungguhnya suara itu tak bisa diredam.
Mulut bisa dibungkam,
Namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang,
dari pertanyaan – pertanyaan lidah jiwaku.

                Suara  - suara itu tak bisa dipenjarakan,
                Disana bersemayam kemerdekaan,
                Apabila engkau memaksa diam,
                Aku siapkan untukmu “pemberontakan”.

Seumpama bunga,
Kami adalah bunga yang tak kau kehendaki tumbuh.
Engkau lebih suka membangun,
Rumah dan merampas tanah.

                Seumpama bunga,
                Kami adalah bunga yang tak kau kehendaki adanya.
                Engkau lebih suka membangun,
                Jalan raya dan pagar besi.

Seumpama bunga,
Kami adalah bunga yang dirontokkan dibumi kami sendiri.

                Jika kami bunga engkau adalah tembok,
                Tapi ditubuh tembok itu telah kami sebar biji – biji.

Suatu saat kami akan tumbuh bersama,
Dengan keyakinan kami engkau harus hancur.
Dalam keyakinan kami,
Dimanapun tirani harus tumbang.

0 komentar:

Posting Komentar