Haji Muhammad Misbach, nama yang dipakainya setelah kepulanganya dari Mekkah, semenjak kecil dididik dengan tradisi ke-islaman yang kuat saat masih di bangku sekolah, Ahmad nama kecil haji Misbach mengikuti pelajaran keagamaan dari pesantren dan juga sekolah di Bumi Putera Ongko Loro. Ayah Misbach sendiri adalah pejabat keagamaan kesunana Surakarta yang bertempat tinggal didepan keraton kesunanan Surakarta di sisi barat alun-alun utara yang berada dikawasan tempat tinggal pejabat keagamaan.
Tidak ada kepastian tanggal yang tepat, anak pedagang batik yang kaya raya itu dilahirkan, diperkirakan tahun 1876 menjadi tahun kelahirannya di Kauman Surakarta. Menjelang dewasa, Ahmad menganti namanya menjadi Darmodripono, menjadi seorang pedagang batik di Kauman mengikuti jejak ayahnya, Usaha batik yang ditekuninya berkembang pesat dan keberhasilanna dibuktikan dengan dibukanya rumah perbatikan. Lahir dari lingkungan priyai tidak membuat Misbach suasah untuk bergaul dengan rakyat kebanyakan, seperti yang diungkap oleh Marco Kartodikromo,Micbach merupakan seorang populis haji
".. Di Pemandangan Misbach tidak ada beda di antara seorang pencuri biasa dengan orang yang dikata berpangkat, begitu juga di antara rebana dan klenengan, di antara bok Haji yang bertutup muka dan orang bersorban cara Arab dan berkain kepala cara Jawa. Dan sebab itu dia lebih gemar memaki kain kepala dari pada memakai peci Turki atau bersorban seperti pakaian kebanyakan orang yang disebut "Haji".
Sikap H. Misbach yang sangat egaliter ditunjukkan dengan ketidakseganannya bergaul denagn anak-anak muda penikamat klenengan (musik Jawa) dengan tembang yang sedang popular, di tengah komunitas pemuda, Misbach menjadi kawan berbincang yang enak, sementara di tengah pecandu wayang orang Misbach lebih dihormati ketimbang direktur wayang orang. Dalam urusan penampilan walau telah menunikan ibadah haji, ia tidak mau melepas identitas sebagai rakyat jawa, dengan tetap mengunakan kain kepala ala jawa. Misbach mulai aktif terlibat dalam pergerakan pada tahun 1914, ketika ia berkecimpung dalam IJB (Indlandsche Journalisten Bond)-nya Marco.Pada tahun 1915, ia menerbitkan surat kabar Medan Moeslimin, yang edisi pertamanya tertanggal 15 Januari 1915 dan kemudian menerbitkanIslam Bergerak pada tahun 1917. Surat-surat kabar ini menjadi media gerakan yang sangat populer di Surakarta dan sekitarnya.
Sebagai seorang sosok journalist maupun gerakan yang sangat kritis terhadap permasalahan-permaslahn kolonilisme H Misbach sangat mengagumi Karl Marx, ini dapat dilihat dari kumpulan tulisnya tentang pandangannya Islam dan Komunisme yang diterbitkan berseri di medan Moeslim tahun 1925 yang berjudul “Pamitan Saja”.
“Waktu tuan Karl Marx memegang pimpinan jurnalis beliau memperhatikan betul-betul akan nasib rakyat, beliau sangat tertarik dengan adanya soal-soal tentang ekonomi dan dudukanya kaum miskin; dari itu Karl Marx dapat tahu dengan terang pokok atau sumber – sumber yang menimbulkan kekalutan dunia”
Sebagai mubaliq yang sangat vocal, Misbach juga dikenal secara luas karena perbuatannya "menggerakkan Islam": menggelar tablig, menerbitkan jurnal, mendirikan sekolah, dan menentang keras penyakit hidup boros dan bermewah-mewah, dan semua bentuk penghisapan dan penindasan.
Setalah mengambnil alih kursi Sub Komite TKMN Surakarta dari Hizamzaijni, Misbach, mendirikan SATV (Sidik Amanat Tableg Vatonah). SATV sebuah lembaga Tabliq dimana H Misbach sebagai ideolognya, yang berdasar pada keingin kuat, Keislaman itu harus dibuktikan dengan tindakan dan Muslim manapun yang telah menghianati kata-katanya tidak lain adalah muslim gadungan, SATV jugamenyerang para elite pemimpin TKNM, kekuasaan keagamaan di Surakarta, menyebut mereka bukan Islam sejati, tetapi "Islam lamisan", "kaum terpelajar yang berkata mana yang bijaksana yang menjilat hanya untuk menyelamatkan namanya sendiri."
Saat aktiv Insulinde afdeling Surakarta pada maret 1998, H Misbach membuktikan kemampunaya sebagai agitator, kurang dari setengah tahun H Misbah mampu menaikan anggota organisasi yang mencapai sekitar 10.000 orang. Melaui artikel “Djangan Koeatir” yang terbit Islam Bergerak 10 maret 1919, Misbach memicu radikalisasi petani untuk melawan kolonialisasi Hindia Belanda, dengan cara mengimpuls kesadaran intern petani, dengan mengatakan, “ Orang bodoh juga mahluk Tuhan”, Maka fikiran yang tinggi bisa didalam otaknya” dan dialanjutkan oleh H Misbach, “Regeering yang katanya melindungi rakyatnya, tetapi nampaknya pada kita, bahwa perkataan ini hanyalah ”OMONG KOSONG” belaka, “dan bahwa” lebih tegas perlindungan pemerintah hanyalah pada kaum kapitalisme, sedangkan rakytnya paman tani atau sikromo menjadi korban”… bahwa pokok merebut kemerdekaan itu mesti rukun H Misbah Menjelaskan, satu-satunya cara untuk menjadi rukun harus memegang, hukum manusia yang didasrkan pada perintah Tuhan Alquran, H Misbach melanjutkan, Namun Ingat sesudahnya kita bersatu pada kerukunan, kita diwajibkan oleh tuhan dalam Qur’an untuk “ Beanarkan Barang yang benar, kelirukanlah barang yang keliru, kendati orang yang keliru itu membenci kepadamu” deagan ini H Misbach ingin membangun kesadaran iman kaum tani, untuk meyakini bahwa perlawanan terhadap kolonilisme Hidia Belanda merupakan sebuah ketentuan agama, yang diwajibkan.
“kita manusia diwajibkan untuk menjaga supaya jangan ada orang yang terus menerus melakukan perbuatan yang tidak benar , jika kita beriman tentulah kita tidak akan mengindahkan Firman Tuhan itu, meski kita dibenci oleh orang yang berbuat saleh itu,”
Selain,mampu berpropaganda dalam bntuk tulisan, Misbah juga mengunakan karikatur sebagai media untuk mengilustrasikan kekejaman kapitalisme Belanda yang mnghisab petani, tidak hanya itu karikatur Misbach juga mengugat Residen Surakarta, yang ikut berada dalam barisan penindas petani, efek dari karikatur Misbach yang dimuat di Islam Bergerak edisi 20 april 1919 ternyata mampu memicu kesadaran pertani untuk melakukan mogok, sikap anti Belanda dan rezim Local yang akhirnya membuat Misbach di tangkap pada 7 mei 1919 dan empat bulan kedian dia dibebaskan tepatnya pada 22 Oktober 1919.
Radikalisasi organisasi sektoral rakyat mulai nampak di muka umum, pidato-pidato anti Belanda, anti pemerintah yang berwatak inlender serta anti kapitalis menjadi isu senteral yang selalu digaungakan. dalam rapat bersama antara National-Indische Partij, Sarekat Islam (SI), Personeel Pabrieks Bond dn Islam Abangan yang diadakan pada tanggal 29 Febuari di Delangu, Misbach kembali berpidato, dengan nada lantang Misbach menytaakan, bahwa “ Tanah bukan milik Susuhanan atau Gapuermen, tetapi berasal dari nenek moyang kita harus mendapatkan cara untuk memperolehnya kembali”
Dalam catatan Imam Soejono, Mulai bulan maret dan hinga bulan juni 1920, di Surakarta secara terus menerus terjadi aksi kaum buruh dan tani; sejumlah buruh mogok dipabrik-pabrik gula Ceper, Wonosari, Delangu, Bagak dan Gedaran dan 1800 orang pekerja cangkulan dari desa Ketadan (tembakau) dan Ceper (gula) menolak untuk melakukan pekerjaan pencangkulannya. disamping itu juga, upaya-upaya propaganda tetap dilkukan, untuk mempersiapkan pemogokan umum selama musim tebu yang akan datang. Seiring dengan aksi-aksi yang dilakukan buruh dan tani pihak kejaksaan, pada tanggal 16 Mei, memeritahkan penahanan terhdap H Misbach karena pidatonya di Delangu pada tanggal 29 Febuari 1920 uyang daggab telah membagkitkan perlawanan tani dan buruh. Misbach dipenjara kembali selama 2 tahun 3 bulan Pada 22 Agustus 1922 Misbach dikelurakan dari penjara Pekalongan dan kembali ke rumahnya di Kauman, Surakarta.
Penjara tidak membuat Misbach berhenti berpropaganda anti kolonilisme , bahkan selepas keluar dari penjara Pekalongan, Misbach menekankan kegiatannya pada bidang journalist dengan aktiv di harian-harianIslam Bergerak dan Medan Muslimin, dsealain itu Misbach juga menghadiri rapat-rapat SI, di Pekalongan, Semarang dan Mediaun,dalam bebrapa kesempatan saat menghadiri rapat SI, H Misbach mengarahkan SI untuk menerima ide-ide kiri, dan pada 4 maret 1923 saat menghadiri Konfresi Partai Komunis Indonesia, H Misbach menguraikan prinsisp marxisme dan Islam yang pada dasarnya merupakan konsep yang berkesinmbungan, saling menguatkan, dan secara lugas Misbach mengkrtik pejabat SI yang dianggapnya telah menjadi bagian dari kaki tangan kolonialisme dengan mengatakan “ Merupakan sebuah dosa bila seseorang mengunakan agama sebagai jubah untuk memperkaya diri sendiri”.
Bersama temanya, salah satunya Moetakalimoen, Misbach mendirikan Sarekat Rakyat (SR), tepatnya pada tanggal 28 september 1923 di Surakarta, dan Moetakalimoen diangkat menjadi ketua-nya. Kegiatan utama SR adalah untuk membngun kekuatan massa dengan pendekatan yang kuat terhadap islam. Seiring dengan itu harian Islam Bergerak diubah menjadi Rakyat Bergerak, selang dalam beberapa hari setalah dibentuk, pada tanggal 20 oktober, SR menderita pukulan telak dengan ditangkapnya H Misbach, Moetaklimun serta empat anggota lainnya dan juga pemberangusan Rakyat Bergerak,. Tindakan ini dilakukan Pemerintah bersamaan dengan aksi-aksi yang terjadi di Surakarta dan daerah-daerah lain yang dimulai dengan mogoknya Buruh tram dan kereta api pada mei sebelumnya.
Peristiwa teror yang terjadi di beberapa daerah, pada bulan juli hingga oktober, pelempran bom, pembakaran, penyebaran selebaran gelap sehari sebelum sekaten pada tanggal 13 oktober yang berisi agar penduduk tidak menghadiri peryayan tersebut dan juga sabotase-sabotase lainnya di Surakarta dan tempat laiannya di jawa, tersiar desas-desus bahwa H. Misbach sebagai dalang dari peristiwa tersebut, namun kenyataanya pemerintah tidak mampu membuktikan dakwaan keterlibatan H Misbach, berdasar hak-hak luar bisanya (exorbitate rechten) pemerintah pada bulan juni 1924 membuang H. Misbach ke Manokwari (Papua), dalam pengasingan itu H. Misbach menungkapkan pemikiranya dalam bentuk tulisan, yang terkenal dengan kumpulan tulisan Islam dan Komunisme, yang diterbitkan di Medan Muslimin, pada tanggal 24 mei 1926, H Misbach meninngal dunia, dikarenakan diserang penyakit malaria ditengah ganasnya alam tempat pembungannya, dan jasadnya di kubur di penidi Manokwari disamping kuburan isterinya. Walaupun bukan yang pertama diasingkan tapi ia-lah orang yang pertama yang sesungguhnya berangkat ke tanah pengasingan di kawasan Hindia sendiri.
Cuplikan artikel terakhir dari Misbach sebelum ia meninggal dunia diberi judul “Nasehat”, dituliskan pada awal tahun 1926 dan diterbitkan di Medan Moeslimin 1 April 1926. Agama berdasar sama rata dan sama rasa, takluk kepada Tuhan Yang Maha Kuasa hak persamaan untuk segenap manusia dalam dunia tentang cara pergaulan hidup, tinggi dan hinanya manusia hanya tergantung atas budi kemanusianya, adapun budi itu terbagi ada tiga bagaian, ialah:
1.budi kemanusian
2. budi binatang
3. budi setan
Budi kamenoesiaan itu ialah yang berdasar mempunyai perasaan kesalamatan umum, Budi binatang itu yang hanya mengejar kesalamatan dan kasenangan diri sendiri, terutama dengan keluarga anak cucunya saja sedikitpun tidak suka memikirkan orang lain, Budi setan itu yang selalu memperbuat atau membikin rusak manusia, lebih tegas merusak keselamatan umum.
Hai sekalian kawan-kawan kita, bahwa kita akan masuk dalam lapang pergerakan itu, haruslah kita dengan berasas agama yang hak, agar supaya jangan sampai kita mendapet rugi dalam jaman perlawanan ini, untung dalam kemenangan atau untung dalam akherat, korbankanlah harta benda, dan djiwamu, untuk mengejar kabenaran dan keadilan tentang pergaulan hidup kita didunia ini..
0 komentar:
Posting Komentar