TPP adalah sebuah blok perdagangan bebas Asia-Pasifik yang dirancang oleh Amerika Serikat dan melibatkan 11 negara lainnya (Australia, Jepang, Selandia Baru, Kanada, Meksiko, Singapura, Chile, Malaysia, Peru, Brunei Darussalam, dan Vietnam). Patut diketahui, perjanjian dan penandatangan dilakukan sangat berbeda dengan perjanjian-perjanjian lain yang selalu digemboskan oleh amerika serikat.
Mengingat bahwa sebagian besar dampaknya bagi indonesia bila negara ini bergabung dalam TPP diantaranya :
1. Proses negosiasi TPP berlangsung sangat tertutup. Dokumen dan detail kesepakatan TPP tidak pernah dibuka untuk publik. Bahkan, berdasarkan pengakuan anggota Senat Amerika Serikat Ron Wyden, mayoritas anggota Kongres AS tidak bisa mengakses dokumen negosiasi TPP. Sebaliknya, 600 perwakilan korporasi, seperti Halliburton, Chevron, PHRMA, Comcast, dan Motion Picture Association of America, bebas mengakses dan memberi masukan dalam proses negosiasi TPP tersebut. Beruntunglah, pada tahun 2013 lalu, Wikileaks berhasil membocorkan sejumlah dokumen yang disembunyikan rapat-rapat tersebut. Anggota Senat yang juga salah satu kandidat Calon Presiden AS dari Partai Demokrat, Bernie Sanders, menyatakan bahwa TPP bukan sekedar perjanjian perdagangan bebas. Ini adalah perlombaan menuju dasar (race-to-the-bottom), sebuah kondisi ketika korporasi berusaha mendapatkan profit/keuntungan lebih besar dengan menurunkan upah dan standar hidup rakyatnya hingga ke titik paling bawah. “TPP sangat didukung oleh Wall Street dan korporasi farmasi raksasa yang percaya profit mereka meningkat jika perjanjian ini diberlakukan,” kata Sanders.
2. TPP juga mengatur soal hak kekayaan intelektual (HaKI), perluasan pengertian investasi dan perlindungannya, mekanisme penyelesaian sengketa melalui Investor-State Dispute Settlement(ISDS), privatisasi layanan publik, deregulasi semua aturan yang merintangi investasi dan sirkulasi bebas barang-jasa, dan lain-lain.
3. TPP memperkuat agenda neoliberalisme (Noam Chomsky). Hampir semua agenda TPP sejalan dengan tiga agenda besar neoliberalisme, yaitu: satu, perdagangan bebas barang dan jasa ; dua, sirkulasi bebas kapital; dan tiga, kemerdekaan dalam berinvestasi (Susan George, 1999). Ironisnya, sebagian besar yang diuntungkan oleh agenda neoliberalisme ini adalah korporasi asal AS. TPP akan membuat barang dan jasa Made in America membanjiri negara-negara anggota TPP, Untuk tujuan itu, TPP akan memaksa negara anggotanya untuk : satu, membongkar semua aturan pajak dan aturan ekspor/impor yang merintangi masuk dan keluarnya barang/jasa. Seperti diklaim oleh AS sendiri, sedikitnya 18.000 aturan pajak di 11 negara anggota TPP akan dibongkar untuk memudahkan masuknya barang AS ; dua, menghapuskan 98 persen (targetnya: 0 persen) tarif untuk beragam produk, termasuk susu, daging, gula, beras, produk hortikultura, makanan laut, produk pabrikan, sumber daya alam serta energy; dan tiga, menghilangkan semua kebijakan yang berusaha melindungi produk dalam negeri, termasuk larangan kampanye membeli produk lokal. Dengan begitu, TPP sangat berpotensi menggilas industri dalam negeri dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
4. TPP juga akan menjamin kemerdekaan investor di atas kepentingan publik dan negara. Di sini ada beberapa yang akan dilakukan: satu, setiap anggota TPP diharuskan membuka semua sektor ekonominya bagi investor asing, termasuk layanan publik (pendidikan, kesehatan, dll) dan barang publik (listrik, air, dll); dua, mempreteli hak istimewa BUMN dan memperlakukannya sama dengan usaha swasta; dan tiga, menderegulasi semua aturan yang menghambat atau merintangi kebebasan berinvestasi, termasuk menghilangkan aturan yang melindungi hak-hak buruh dan proteksi terhadap lingkungan. Guru besar hukum internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Jumaha mengatakan, keterlibatan dalam TPP akan memaksa Indonesia merevisi banyak Undang-Undang (UU)-nya dan konsep kontrol negara sebagaimana termaktub dalam pasal 33 UUD 1945 akan kehilangan maknanya. Dalam TPP, negara yang mengganti atau membuat aturan yang dianggap merugikan kepentingan investor akan digiring oleh investor ke dalam mekanisme Investor-State Dispute Settlement(ISDS). Sudah ada banyak negara yang menjadi korban dari mekanisme ISDS ini. Tahun 2012, perusahaan energi asal Swedia, Vattenfall, menggugat pemerintah Jerman senilai 5 milyar USD karena kebijakannya menghentikan penggunaan energi nuklir. Di tahun 2012 juga, perusahaan pengolah limbah asal Perancis, Veolia, menggugat pemerintah Mesir sebesar 110 juta USD karena kebijakan negeri itu menaikkan upah minimum dan memperbaiki UU ketenagakerjaannya. Atau yang lain, korporasi rokok raksasa Philip Morris menggugat pemerintah Australia sebesar 50 juta USD karena kebijakan melarang merek dagang di pembungkus rokok. Singkat cerita, korporasi punya kekuasaan besar untuk menggugat negara yang mengeluarkan regulasi atau kebijakan yang mengganggu prospek keuntungannya.
5. TPP juga berimbas pada dunia kesehatan. Pertama melalui privatisasi layanan kesehatan. Kemudian, melalui kebijakan kontrol terhadap HaKI, perusahaan obat besar akan menentukan harga obat untuk memaksimalkan keuntungan mereka dan membatasi akses terhadap obat generik. Médecins Sans Frontières (MSF) menyimpulkan: “perjanjian TPP akan menjadi jalur perjanjian dagan yang paling berbahaya bagi akses obat-obatan di negara berkembang.”
6. TPP juga berdampak pada dunia pendidikan. Seperti dicatat oleh Partai Sosialis Malaysia (PSM), partai berhaluan sosialis yang getol menolak TPP, bahwa TPP membawa agenda privatisasi dunia pendidikan. Bahkan, menurut sebuah aliansi progressif di Philipina, Bayan USA, TPP masuk ke dalam urusan isian pendidikan, yakni membatasi isian yang menyangkut penanaman kesadaran nasional (Understanding The TPPA, Bayan USA).
7. TPP juga berpotensi mempercepat pengrusakan terhadap lingkungan. Perjanjian TPP mendorong deregulasi semua aturan, termasuk yang melindungi lingkungan, demi kepentingan bisnis. Organisasi lingkungan seperti Sierra Club memprotes TPP karena membolehkan ekspor gas alam cair dan model ekstrasi kontroversial yang disebut fracking. Secara geopolitik, TPP merupakan alat bagi Amerika Serikat untuk mengukuhkan dominasi ekonomi dan politiknya di kawasan Asia-Pasifik. TPP tidak memasukkan Republik Rakyat Tiongkok (RRT), sekutu terbesar AS, dalam agenda TPP. Padahal, RRT adalah kekuatan ekonomi baru yang berpengaruh pada ekonomi global.
7. TPP juga mengancam pertanian lokal dan mengorbankan petani. Melalui kesepakatan TPP, produk pertanian negara maju, yang disokong oleh teknologi tinggi dan subsidi, akan membanjiri pasar negara-negara berkembang. Disamping itu, dengan jaminan kuat terhadap HaKI, korporasi besar seperti Monsanto, Bayer, DuPont, dan lain-lain, mengontrol produksi benih.
8. TPP menjamin arus bebas kapital, termasuk melarang adanya pembatasan repatriasi profit atau dana. Ketentuan ini menyulitkan negara anggota untuk mendorong kebijakan kontrol kapital guna melindungi mata uangnya, membatasi arus keluar-masuk uang panas (hot money), dan memberlakukan pajak atas transaksi keuangan.
9. TPP juga sangat berdampak pada kaum buruh. Di bawah TPP, setiap negara anggota dilarang membuat aturan atau regulasi yang mengganggu ekspektasi profit investor, termasuk upah dan hak-hak dasar lainnya. Selain itu, investor bisa merelokasi pabriknya kapan saja untuk mencari negara yang menyediakan tenaga kerja murah, akses bahan baku, perizinan dipermudah, dan lain sebagainya.
10. TPP menempatkan kekuasaan korporasi di atas negara dan warga negara. Lembaga pemantau kebijakan publik Public Citizen menulis di website mereka, bahwa perjanjian TPP menempatkan seorang investor asing setara dengan negara berdaulat. Sebagai contoh, investor bebas menggugat negara berdaulat jika mengeluarkan aturan atau regulasi yang berpotensi mengurangi keuntungan mereka.
Berikut 10 alasan yang dipaparkan oleh Institute For Global Justice (IGJ) mengapa indonesia harus menolak TPP.
Pertama, hilangnya kontrol negara atas sektor publik
TPP mendorong negara-negara untuk membuka sektor publiknya untuk dapat dimasuki oleh investasi asing, khususnya Amerika, hingga 100 persen. Segala bentuk daftar negatif investasi disektor ini diminimalisir. Tentunya penguasaan sektor publik oleh korporasi akan berdampak terhadap hilangnya akses masyarakat terhadap sektor publik strategi secara murah, seperti air, listrik, dan sebagainya.
Kedua, dominasi perusahaan asing dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah
TPP mendorong agar pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat diakses oleh perusahaan asing. Sehingga TPP mengatur tentang perlunya prinsip non-diskriminasi dan national treatment untuk perusahaan asing dalam kegiatan ini. Hal ini karena AS mengincar bisnis pengadaan barang dan jasa pemerintah yang nilainya mencapai triliyunan dollar AS.
Ketiga, ‘memandulkan’ BUMN bagi kepentingan nasional
TPP hendak memastikan bahwa Negara tidak memberikan banyak subsidi untuk BUMN sehingga korporasi asing bisa memenangkan kompetisi. Selama ini BUMN dianggap telah memonopoli bisnis di level domestik melalui dukungan negara baik dalam bentuk pinjaman yang murah, pengecualian pajak, hingga kemewahan untuk dapat mengecualikan sebuah undang-undang. TPP akan menerapkan prinsip non-diskriminasi serta hukum kompetisi yang ketat bagi BUMN.
Keempat, hilangnya akses terhadap obat-obatan murah
Penerapan standar perlindungan paten dalam aturan hak kekayaan intelektual (HaKI) dalam TPP telah menghilangkan akses masyarakat terhadap obat-obatan yang murah. Hal ini karena TPP menghapus ketentuan Fleksibilitas TRIPS dalam WTO yang selama ini telah digunakan oleh banyak negara untuk membuat obat generik dari obat-obatan yang dipatenkan oleh perusahaan farmasi Amerika untuk kepentingan publik. Dengan dihapusnya ketentuan fleksibilitas TRIPS dalam TPP akan mengakibatkan monopoli obat-obatan oleh korporasi asing dengan harga yang mahal. Apalagi TPP menerapkan standar perlindungan lebih tinggi dari TRIPS di WTO yakni dengan jaminan perlindungan paten lebih dari 20 tahun. Selain itu, TPP juga menerapkan eksklusifitas data yang telah dipatenkan.
Kelima, terancamnya kedaulatan pangan dan kedaulatan petani
TPP akan memberlakukan standar perlindungan paten dalam aturan hak kekayaan intelektual (HaKI) di sektor pertanian, persis dengan yang berlaku pada obat. Selama ini perusahaan benih dan pestisida asing, seperti Bayer, Monsanto, maupun DuPont, telah memonopoli benih-benih ciptaannya. Sehingga tidak memungkinkan bagi petani kecil untuk membudidayakannya. Dengan kontrol yang tinggi terhadap hak paten, TPP berpotensi memakan lebih banyak korban dari petani dengan tuduhan kriminalisasi benih.
Keenam, buruh semakin tertindas
TPP hendak melarang negara untuk membuat regulasi yang melindungi buruh, bahkan tidak menginginkan adanya proses transfer ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini dilakukan dalam rangka menjamin investor. Selain itu, arus bebas tenaga kerja asing untuk tenaga kerja professional juga menjadi salah satu agendanya.
Ketujuh, Menggilas UMKM
Penghapusan tarif hingga batas serendah-rendahnya akan memudahkan masuknya produk AS dan negara industri lainnya, ketimbang masuknya produk barang Indonesia ke negara tersebut. Apalagi standar akses pasar yang tinggi dalam TPP berpotensi menghilangkan kemampuan sektor usaha kecil Indonesia untuk dapat masuk ke pasar negara-negara TPP.
Kedelapan, menambah defisit perdagangan
Jika Indonesia bergabung dengan TPP, maka penghapusan hambatan tarif tidak akan memberikan dampak positif dalam meningkatkan kinerja perdagangannya, khususnya ditengah situasi pelemahan ekonomi global hari ini. Hal ini didukung dengan data perdagangan Indonesia dengan ke-12 negara anggota TPP, 80% diantaranya terus mengalami kecenderungan negatif dari seluruh total perdagangan. Neraca perdagangan Indonesia terus menunjukan defisit, seperti dengan Australia, Brunai, Chille, Jepang, Malaysia, Selandia Baru, Singapura, Korea Selatan, dan Vietnam. Bahkan, ada beberapa negara yang menunjukan trend perdagangan Indonesia dengan mitranya ini disepanjang 2010-2014 menunjukan kecenderungan negatif, seperti dengan Amerika Serikat -0,11, Brunai -9,42%, Chille -6,86%, dan Jepang 2,57%.
Kesembilan, mengimpor Undang-Undang Amerika Serikat
Aturan TPP hendak mengadopsi seluruh standar regulasi AS yang selama ini dipromosikan melalui OECD sebagai praktek terbaik dalam pengambilan keputusan. TPP mewajibkan negara untuk melakukan review regulasi dalam rangka menilai kepatuhannya terhadap aturan-aturan TPP.
Sepuluh, Indonesia rentan digugat korporasi asing senilai triliyunan dollar AS
TPP memasukkan aturan mengenai mekanisme penyelesaian sengketa antara Investor dengan Negara, atau dikenal dengan Investor-State Dispute Settlement (ISDS). Masuknya ISDS dalam TPP akan membuka peluang dimana Indonesia digugat oleh investor senilai triliyunan dollar AS di lembaga arbitrase internasional akibat mengganti ataupun merubah regulasi nasionalnya yang dianggap merugikan kepentingan investor asing. Dengan ancaman gugatan ini mengakibatkan Indonesia tersandera dan enggan untuk membuat undang-undang yang melindungi kepentingan rakyat.
0 komentar:
Posting Komentar