Sebutan paradigma pada masa sebelumnya belum terlalu nampak mencolok namun setelah Thomas Khun memperkenalkannya melalui bukunya yang berjudul “The Structure of Scientific Revolution”, University of Chicago Press, Chicago,1962. menjadi begitu terkenal yang membicarakan tentang Filsafat Sains. Khun menjelaskan bahwa Paradigma merupakan suatu cara pandang, nilai-nilai, metode-metode,prinsip dasar atau memecahkan sesuatu masalah yang dianut oleh suatu masyarakat ilmiah pada suatu tertentu. Apabila suatu cara pandang tertentu mendapat tantangan dari luar atau mengalami krisis, kepercayaan terhadap cara pandang tersebut menjadi luntur, dan cara pandang yang demikian menjadi kurang berwibawa, pada saat itulah menjadi pertanda telah terjadi pergeseran paradigm. Fungsi dari Paradigma menyediakan puzzle bagi para ilmuwan. Paradigma sekaligus menyediakan alat untuk solusinya. Ilmu digambarkan oleh Thomas Kuhn sebagai sebuah kegiatan menyelesaikan puzzle.Thomas Kuhn pertamakali menggunakannya dalam sains, menunjukkan bahwa penelitian ilmiah tidak menuju ke kebenaran. Penelitian ilmiah sangat tergantung pada dogma dan terikat pada teori yang lama. Dalam pemikiran Kuhn paradigma secara tidak langsung mempengaruhi proses ilmiah dalam empat cara dasar. Yaitu: Apa yang harus dipelajari dan diteliti, Pertanyaan yang harus ditanyakan, Struktur sebenarnya dan sifat dasar dari pertanyaan itu, Bagaimana hasil dari riset apapun diinterpretasikan. Kuhn mempercayai bahwa ilmu pengetahuan memiliki periode pengumpulan data dalam sebuah paradigma. Revolusi kemudian terjadi setelah sebuah paradigma menjadi dewasa. Paradigma mampu mengatasi anomali. Beberapa anomali masih dapat diatasi dalam sebuah paradigma. Namun demikian ketika banyak anomali-anomali yang mengganggu yang mengancam matrik(acuan) disiplin maka paradigma tidak bisa dipertahankan lagi. Ketika sebuah paradigma tidak bisa dipertahankan maka para ilmuan bisa berpindah ke paradigma baru. Ketika berada pada periode pengumpulan data maka ilmu pengetahuan mengalami apa yang dikatakan perkembangan ilmu biasa. Dalam perkembangan ilmu biasa sebuah ilmu pengetahuan mengalami perkembangan. Ketika Paradigma mengalami pergeseran maka itu disebut masa revolusioner. Ilmu dalam tahap biasa bisa dikatakan sebagai pengumpulan yang semakin banyak dari solusi Puzzle. Sedangkan pada tahap revolusi ilmiah terdapat revisi dari kepercayaan ilmiah atau praktek.
Paradigma SAINS yang NORMAL
Thomas Samuel Kuhn (1922-1996) setelah menulis panjang lebar tentang sejarah ilmu pengetahuan, dan mengembangkan beberapa gagasan penting dalam filsafat ilmu pengetahuan. Ia paling terkenal karena bukunya The Structure of Scientific Revolutions di mana ia menyampaikan gagasan bahwa sains tidak "berkembang secara bertahap menuju kebenaran", tapi malah mengalami revolusi periodik yang dia sebut pergeseran paradigma. Analisis Kuhn tentang sejarah ilmu pengetahuan menunjukkan kepadanya bahwa praktek ilmu datang dalam tiga Tahapan; yaitu: Tahap Pra-ilmiah, yang mengalami hanya sekali dimana tidak ada konsensus tentang teori apapun. penjelasan Fase ini umumnya ditandai oleh beberapa teori yang tidak sesuai dan tidak lengkap. Akhirnya salah satu dari teori ini "menang". Normal Science. Seorang ilmuwan yang bekerja dalam fase ini memiliki teori override (kumpulan teori) yang oleh Kuhn disebut sebagai paradigma. Dalam ilmu pengetahuan normal, tugas ilmuwan adalah rumit, memperluas, dan lebih membenarkan paradigma. Akhirnya, bagaimanapun, masalah muncul, dan teori ini diubah dalam ad hoc(khusus) cara untuk mengakomodasi bukti eksperimental yang mungkin tampaknya bertentangan dengan teori asli. Akhirnya, teori penjelasan saat ini gagal untuk menjelaskan beberapa fenomena atau kelompok daripadanya, dan seseorang mengusulkan penggantian atau redefinisi dari teori ini. Pergeseran Paradigma, mengantar pada periode baru ilmu pengetahuan revolusioner. Kuhn percaya bahwa semua bidang ilmiah melalui pergeseran paradigma ini berkali-kali, seperti teori-teori baru menggantikan yang lama.
Anomali Munculnya Penemuan SAINS
Penemuan baru bukanlah peristiwa-peristiwa terasing, melainkan episode-episode yang diperluas dengan struktur yang berulang secara teratur. Penemuan diawali dengan kesadaran akan anomali, yakni dengan pengakuan bahwa alam dengan suatu cara telah melanggar pengharapan yang didorong oleh paradigma yang menguasai sains yang normal. Kemudian ia berlanjut dengan eksplorasi yang sedikit banyak diperluas pada wilayah anomali. Dan ia hanya berakhir jika teori atau paradigma itu telah disesuaikan sehingga yang menyimpang itu menjadi yang diharapkan. Jadi, intinya bahwa dalam penemuan baru harus ada penyesuaian antara fakta dengan teori yang baru. Dari teori ini Thomas Kuhn memberikan definisi yang berbeda antara discovery dan invention. Yang dimaksud discovery adalah kebaruan faktual (penemuan), sedang invention adalah kebaruan teori (penciptaan) yang mana keduanya saling terjalin erat satu sama lain.
Revolusi Sebagai Perubahan Pandangan Atas Dunia
Para sejarahwan menyatakan bahwa jika paradigm-paradigma berubah, maka dunia sendiri berubah bersamanya, dengan hal tersebut para ilmuwan mengunakan pedoman-pedoman yang baru dan menoleh ke tempat-tempat atau lokasi yang baru. Yang lebih tinggi lagi atau lebih luas dan ini akan menjadikan pandangannya yang asing. Perubahan-perubahan seperti ini ternyata begitu berpengaruh. Disini yang perlu diperhatikan yaitu selama proses revolusi, para ilmuwan melihat hal-hal baru dan berbeda dengan ketika menggunakan instrument-instrument yang sangat dikenalnya untuk melihat tempat-tempat yang pernah dilihatnya. Seakan-akan masyarakat profesional itu tiba-tiba dipindahkan ke daerah lain dimana objek-objek yang sangat dikenal sebelumnya tampak dalam penerangan yang berbeda dan juga berbaur dengan objek-objek yang tidak dikenal. Kalaupun ada ilmuwan atau sebagian kecil ilmuwan yang tidak mau menerima paradigma yang baru sebagai landasan risetnya, dan ia tetap bertahan pada paradigma yang telah dibongkar yang sudah tidak mendapat legitimasi dari masyarakat sains, maka aktifitas-aktifitas risetnya hanya merupakan taitologi yang tidak nermanfaat sama sekali. Inilah yang dinamakan perlunya revolusi ilmiah. Menurut Kuhn, secara manusiawi maka seseorang tidak akan mau untuk menjatuhkan teori yang dibangunnya sendiri, tetapi justru akan mempertahankannya sehingga munculah silang pendapat dan polemik. karena teori itu bukan dilemahkan oleh fakta-fakta. Setelah suatu revolusi sains, banyak pengukuran dan manipulasi yang lama menjadi tidak relevan dan diganti dengan yang lain. Akan tetapi, perubahan-perubahan seperti ini tidak menyeluruh. Apapun yang kemudian dapat dilihatnya, yang dipandang oleh ilmuwan setelah revolusi masih tetap dunia itu juga. Selain itu, meskipun ia telah menggunakan mereka dengan cara yang berbeda, banyak dari bahasanya dan sebagian besar dari instrumen tempat penelitiannya masih sama dengan sebelumya. Akibatnya pada waktu revolusinya, tanpa kecuali, mencakup banyak manipulasi yang sama, di selanggarakan dengan instrumrn-instrumen yang sama , dan dilukiskan dengan peristilahan yang sama dengan pendahulunya dari masa sebelum revolusi. Jika manipulasi-manipulasi yang kekal ini telah berubah semuannya, maka perubahan ini harus terdapat pada hubungan mereka dengan paradigma atau pada hasil-hasil mereka yang kongkret.
Pemecahan Revolusi
Bahwa kita sudah melihat beberapa alasan mengapa para pendukung paradigm yang bersaingan mesti gagal dalam membuat bentuk yang lengkap dan sesuai dengan sentral satu sama yang lain. Secara kolektif alasan-alasan ini telah digambarkan sebagai tradisi-tradisi sains normal sebelum dan pada saat revolusi yang tidak dapat di bandingkan. Pertama-tama para pendukung paradigm akan berkompentisi akan sering tidak sepakat tentang daftar masalah yang harus dipecahkan oleh setiap calon paradigm. Standarnya mereka dalam paradigmanya tidak sama, Sebagai contoh: misalnya mengenai perdebatan antara pendukung Aristoteles dengan pendukung Galileo dalam melihat benda berayun. Aristoteles membuat teori bahwa benda berayun itu hanyalah jatuh dengan kesulitan karena tertahan oleh rantai. Sedang Galileo memandang benda yang berayun itu dari sisi pendulumnya. Bagaimanapun, yang terlibat lebih dari pada tidak bisa dibanding-bandingkannya standar-standar. Karena paradigm-paradigma baru dilahirkan dari yang lama, mereka biasanya menggunakan banyak kosakata dan peralatan, baik konseptual maupun manipulative, yang sebelumnya telah digunakan oleh paradigm-paradigma tradisional. akan tetapi mereka, jarang menggunakan unsur-unsur pinjaman ini dengan cara yang benar-benar tradisional. Dalam paradigm yang baru, istilah, konsep, dan eksperimen lama masuk kedalam hubungan-hubungan baru satu sama lain. Dalam pemilihan paradigma tidak ada standar baku melainkan hanyalah menyesuaikan diri terhadap persetujuan masyarakat. Adanya revolusi sains dengan berbagai teori argumentatifnya akan membentuk masyarakat sains. Oleh karena itu, permasalahan paradigma / munculnya paradigma baru sebagai akibat dari revolusi sains tiada lain hanyalah sebuah konsensus atau kesepakatan yang sangat ditentukan oleh retorika di kalangan akademisi atau masyarakat itu sendiri. Sejauh mana paradigma baru itu diterima oleh mayoritas masyarakat sains, maka disitulah revolusi sains (revolusi ilmiah) akan terwujud.
Pengertian Paradigma dan Perkembangan dalam Pendidikan
Kata Paradigma dalam bahasa Inggris adalah "paradigm" yang berarti “model” Sedangkan Barker menyatakan bahwa kata "paradigma" berasal dari bahasa Yunani yaitu "Paradeigma", yang juga berarti model, pola, dan contoh. Menurut istilah, Adam Smith mendefinisikan paradigma sebagai cara kita memahami kehidupan, seperti air bagi ikan. William Harmon menulis bahwa paradigma adalah cara yang mendasar dalam memahami, berfikir, menilai, dan cara mengerjakan sesuatu yang digabungkan dengan visi tentang kehidupan tertentu. Sedangkan Barker sendiri mendifinisikan paradigma sebagai seperangkat peraturan dan ketentuan (tertulis maupun tidak) yang melakukan dua hal: (1) ia menciptakan atau menentukan batas-batas; dan (2) ia menjelaskan kepada anda cara untuk berperilaku di dalam batas-batas tersebut agar menjadi orang yang berhasil. Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, tampaklah bahwa paradigma adalah cara dan pola yang mendasari pemahaman, penilaian, peraturan, dan pedoman dalam mengerjakan sesuatu. Jadi, "paradigma baru" berarti cara atau pola baru dalam melakukan sesuatu. Paradigma ilmu dirumuskan oleh Kuhn sebagai kerangka teoritis, atau suatu cara memandang dan memahami alam, yang telah digunakan oleh komunitas ilmuwan sebagai pandangan dunianya. Paradigma ilmu ini berfungsi sebagai lensa, sehingga melalui lensa ini para ilmuwan dapat mengamati dan memahami masalah-masalah ilmiah dalam bidang masing-masing dan jawaban-jawaban ilmiah terhadap masalah-masalah tersebut. Paradigma diartikan sebagai alam disiplin intelektual, yaitu cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang akan memengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktek yang diterapkan dalam memandang realitas kepada sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual. Sehingga paradigma pendidikan adalah suatu cara memandang dan memahami pendidikan, dan dari sudut pandang ini kita mengamati dan memahami masalah-masalah pendidikan yang dihadapi dan mencari cara mengatasi permasalahan tersebut. Dalam ilmu sosial, menurut Ritzer dan tiga paradigma. Pertama, paradigma fakta sosial yang berakar pada pemikiran Emile Durkheim sehingga juga populer disubut dengan Perspektif Durkheimian. Paradigma ini mendasar kan pada filsafat positime dari Auguste Comte yang menyatakan segala seauatu serba terukur dan berkembang mengikuti hukum sebab akibat. Kehidupan ini lalu di bangun menggunakan hukum dan logika ‘jika-maka’. Tidak ada gejala yang tidak bisa di jelaskan. Gejala yang tidak bisa di ukur dan tidak bisa di jelaskan, diartikan sebagai tidak ada. Dalam pradigma fakta sosial, tindakan seseorang di asumsikan merupakan fungsi dari sistem atau struktur dalam masyarakat. Mereka lalu mempertanyakan fungsi elemen-elemen dalm sistem atau struktur tersebut. Elemen tersebut harus memiliki fungsi dan harus memiliki dan memberi sumbangan bagi upaya membangun harmoni. Pendidikan sebagai elemen dalam masayrakat misalnya, harus memiliki sumbangn terhadap pemacahan masalah yang di hadapi masyarakat, dan membantu menciptakan keseimbangan. Mereka yang berfikir sistemik seperti ini disebut Ritzer sebagai penganut paradigma fakta sosial. Fakta sosial yang di maksud tiada lain adalah suatu yang bersifat eksternal di luar individu dan bersifat memaksa individu, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Tradisi aturan, hukum, sebagai kesepakatan, struktur sosial, kesemua itu berada di luar dan memaksa individu untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Kedua, paradigma definisi sosial. Dalam paradigma yang berakar dari gagsan Max Weber ini berangkat dari asumsi dasar yang mengatakan bahwa tindakan seseorang bukan karena faktor dari luar, melainkan datang dari dorongan diri sendiri. Tradisi atau budaya yang berkembang di lingkungannya bukan sebagai pendorong seseorang melakukan tindakan. Tindakan seseorang merupakan hasil dari keinginan, motivasi, harapan,nilai-nilai serta berbagai bentuk penafsiran manusia sebagai individu terhadap dunia dimana ia hidup. Pemikiran inilah yang disubut Ritzer sebagai paradigma definisi sosial. Individu bertindak atas dasar devinisi atau pemaknaan yang diberikn atas sesuatu. Oleh karena itu tidak seperti penganut paradigma fakta sosial yang mengatakan individu produk masyarakat, maka dalam paradigama definisi sosial justru masyarakat dipandan sebagai hasil dari tindakan dan penafsiran individu atas dunianya. Pertanyaan yang di anjurkan biasanya adalah bagaimana seseorang menafsirkan dan memahami sebuah fenomena. Ketiga, paradigma pertukaran sosial. Paradigma ini muncul dari gagasan skinner. Dalam hal ini seperti paradigma fakta sosial, individu bertindak berdasarkan stimulus dari luar. Namun tidak seperti paradigma fakta sosial yang memendang faktor struktual atau system yang menjadi acuan tindakan seseorang, maka menurut paradigma memandang siapa mendapat apa. Mereka berasumsi bahwa stimulus yang bagus akan menghasilkan respon yang bagus pula. Sebaliknya stimulus yang buruk kan menghasilkan respon yang buruk pula. Paradigma sosial yang di gagas Ritzer tersebut juga berkembang dalam pemikiran tentang pengembangan model pendidikan. Model pengembangan pendidikan itu termasuk berimplikasi terhadap pola pengembangan kurukulium dan silabi, kepemimpinan, menejemen sumber daya, pengelolaan kelas dan tentu juga strategi pembelajaran, disamping cara-cara melakukan evaluasi pendidikan. Paradigma prilaku sosial mendasarkan pada perspektif pertukaran dalam pendidikan kemudian melahirkan model behavioristik. Sementara itu paradigma perilaku sosial melahirkan model konstruktivistik dalam pendidikan.
Daftar Pustaka
· http://gadogadozaman.blogspot.com/2012/12/teori-revolusi-paradigma-thomas-kuhn.html
· http://muhammadalisunan.blogspot.com/2012/06/paradigma-pendidikan.html
· Thomas S.Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002).
· Ziauddin Sardar, Thomas Kuhn Dan Perang Ilmu, (Yogyakarta:Penerbit Jendela, 2002).
0 komentar:
Posting Komentar