Thaksin Shinawarta Pro & Kontra (Thailand)

Thaksin Shinawatra (Foto: Reuters)
BANGKOK – Konflik politik di Thailand tidak lepas dari sosok Thaksin Shinawatra. Konflik politik di Negeri Gajah Putih tersebut pada dasarnya merupakan perseteruan antara kelompok anti-Thaksin dengan kelompok pro-Thaksin.

Seperti dilansir BBC, Senin (2/12/2013), kelompok anti-Thaksin lebih dikenal nama “Kaus Kuning”. Sementara kelompok pro-Thaksin dijuluki “Kaus Merah”.

Pada 2006, “Kaus Kuning” melakukan demonstrasi besar-besaran untuk menggulingkan Thaksin dari jabatan Perdana Menteri Thailand. Mereka menganggap Thaksin sebagai pejabat korup.

Aksi “Kaus Kuning” berhasil setelah militer Thailand mengkudeta Thaksin. Kudeta tersebut membuat Thaksin terpaksa hidup di pengasingan.

Namun, kemenangan “Kaus Kuning” tidak berlangsung lama. Pendukung Thaksin berhasil memenangi pemilu pada 2008 yang membuat Thaksin bisa kembali dari pengasingan.

Hasil pemilu membuat “Kaus Kuning” kembali melakukan demonstrasi besar-besaran. Dengan dukungan militer dan pengadilan, mereka menggulingkan pemerintahan Perdana Menteri Samak Sundaravej dan kemudian Somchai Wongsawat yang pro-Thaksin.

Melihat hal tersebut, Thaksin memilih kembali hidup di pengasingan. Pengadilan memutus Thaksin terbukti melakukan korupsi dan memberinya vonis penjara dua tahun saat dia sudah angkat kaki dari Thailand.

“Kaus Kuning” sempat menguasai pemerintahan melalui Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva pada periode 2008-2010. Pada pemerintahan Abhisit, muncullah kelompok “Kaus Merah” yang dibentuk Thaksin sebagai tandingan “Kaus Kuning”.

“Kaus Merah” melakukan demonstrasi besar-besaran menuntut Abhisit mundur pada 2010. Aksi protes kali ini dibasmi secara keras oleh pemerintah. Setidaknya 85 anggota “Kaus Merah” tewas terkenan berondongan peluru petugas. Aksi “Kaus Merah” memaksa Abhisit melakukan pemilu.

Pendukung Thaksin kembali memenangi pemilu yang digelar pada 2010. Adik Thaksin, Yingluck, diangkat menjadi perdana menteri menggantikan Abhisit.

Yingluck berhasil menjaga stabilitas politik selama tiga tahun menjabat. Tetapi, Thailand kembali memanas ketika Yingluck berencana memberi amnesti kepada Thaksin bulan lalu.

Kelompok anti-Thaksin dipimpin mantan Wakil Perdana Menteri pada masa Abhisit Vejjajiva, Suthep Thaugsuban, kembali melakukan demosntrasi besar-besaran. Kali ini mereka ingin menjatuhkan yingluck yang dianggap sebagai boneka Thaksin.

VIVAnews - Setidaknya satu orang tewas dan tiga terluka terkena tembakan setelah bentrok terjadi antara demonstran di Bangkok, Thailand, pecah. Tembakan ini terdengar setelah pendemo pro pemerintah diserang oleh mahasiswa, Sabtu 30 November 2013. 

Kemarin, merupakan hari ketujuh aksi protes untuk menggeser Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, seperti diberitakan BBC edisi 30 November 2013. Pendemo menilai, pemerintahan Shinawatra dikendalikan oleh saudaranya, Thaksin Shinawatra, yang kini ada di pengasingan.

Aksi damai pendukung pemerintah pada Sabtu kemarin berubah menjadi bentrok di luar sebuah stadion, saat sekelompok mahasiswa menyerang kendaraan yang membawa pendukung pemerintah itu ke stasiun. Kaca-kaca jendela dipecahkan, dan beberapa orang terluka. 

Kemudian, terdengar tembakan. Tapi, belum jelas dari pihak mana. Pasukan polisi langsung dikirim ke lokasi tersebut. Jalan-jalan di sekitar stadion itu diblokir. Namun, kedua kubu masih bentrok selama beberapa jam kemudian.

Polisi bahkan sampai harus meminta bantuan militer untuk menjaga keamanan kota. Juru bicara Kepolisian Piya Utayo mengatakan, sebanyak 2.730 tentara dari darat, laut, dan udara diterjunkan untuk membantu pengamanan kota. 

Ketegangan kini meningkat di Bangkok, menyusul kubu anti-pemerintah melancarkan gerakan yang mereka sebut "revolusi rakyat". Mereka ingin menduduki gedung-gedung pemerintah di seluruh Bangkok.

Sebelumnya, PM Yingluck Shinawatra menolak mempercepat pemilihan umum untuk mengatasi krisis unjuk rasa besar-besaran yang masih membelit negara kerajaan itu. Adik mantan PM Thaksin Shinawatra itu menilai situasi di negaranya belum cukup aman untuk digelar pemilu. 

"Situasi saat ini sangat sensitif. Bukan berarti kami selama ini memilih mundur dan tidak bersikap. Biarkan polisi bertindak tahap demi tahap. Untuk langkah pertama, mereka telah bernegosiasi," ujar Yingluck seperti dilansir kantor berita BBC, Jumat 29 November 2013. (art)

0 komentar:

Posting Komentar