A. Pengertian
a. Komunikasi antar budaya
Kebudayaan
dapat diartikan sebagai keseluruhan simbol, pemaknaan, penggambaran (image),
struktur aturan. Kebiasaan, nilai pemrosesan informasi dan pengalihan pola-pola
konvensi pikiran, perkataan dan perbuatan atau tindakan yang dibagikan diantara
para anggota suatu sistem sosial dalam suatu masyarakat. Ada beberapa perihal
tanda kunci dari kebudayaan adalah kesepakatan bersama yang dituangkan dalam
bentuk simbol. Kemudian
direfleksikan dalam bentuk proses
komunikasi antar anggota maupun kelompok.
Komunikasi
dapat diartikan sebagai proses peralihan dan pertukaran informasi oleh manusia
melalui adaptasi dari luar dan kedalam sebuah sistem kehidupan manusia dan
lingkungannnya. Diwujudkan melalui simbol-simbol bahasa verbal maupun nonverbal
yang diphami bersama.
Antropolog
Edward T.Hall (1973) berpendapat bahwa budaya adalah komunikasi dan komunikasi
adalah budaya. Dengan kata lain, “tak mungkin memikirkan komunikasi tanpa
memikirkan konteks dan kulturalnya (Kreiss, 1993.13).
Adanya
beberapa konsepsi diatas maka penyaji makalah berpendapat komunikasi dan budaya
adalah satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, antara satu dengan lainnya
saling berhubungan (inrelation).
b.
Agama
Agama
dalam artian “klasik” merupakan
seperangkat aturan yang menata hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan
manusia dengan sesama manusia. Definisi tersebut kemudian dikritik, oleh karena
agama hanya dilihat sebagai teks atau doktrinasi.
Pengertian
lain atas agama adalah sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang
diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat yang mengintrepretasi dan
memberi respons terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang gaib dan
suci.
Berdasarkan
pengertian itu, agama sebagai suatu keyakinan yang dianut oleh suatu kelompok
atau masyarakat menjadi norma dan nilai yang diyakini, dipercayai, diimani
sebagai sesuatu referensi, karena norma dan nilai itu mempunyai fungsi-fungsi
tersebut yang dirumuskan dalam tugas dan fungsi agama. Berhubung para penganut
agama itu berada dalam suatu masyarakat maka para sosiolog memandang semua
agama dan lembaga keagamaan sebagai kelompok sosial.
Dengan
beberapa pernyataan diatas maka dapat dirumuskan dua fungsi agama yakni manifest (doktrin dan ritualitas) dan latent (tertutup atau tersembunyi
dengan kata lain melahirkan etnosentrisme-fanatisme).
B. Relasi agama sebagai komunikasi antar budaya
Keberadaan kelompok agama dapat dilihat berupa simbol dan
tanda, materi, pesan-pesan verbal dan nonverbal, petunjuk berupa materi dan
immaterial, bahkan sikap dan cara berfikir yang sifatnya abstrak. Para pengikut
suatu agama kerapkali (bahkan seluruh kehidupannya) menjadikan
petunjuk-petunjuk tersebut sebagai wahana, pesan serta pola yang mengatur interaksi, relasi dan
komunikasi, baik dalam ritual keagamaan hingga ke komunikasi intrakelompok
maupun antar kelompok agama dan keagamaan. Dengan demikian
kita bisa melihat banyaknya corak simbol-simbol keagamaan yang sering digunakan
disetiap umat beragama misalnya tempat peribadatan, cara berpakaian, dan
segenap aktivitas kelompok, organisasi dan lain-lain.
C. Adanya korelasi agama sebagai
komunikasi antar budaya menimbulkan beberapa efek
a. Efek sosial
pemahaman bersama antara semua pihak
yang berhubungan dan berkomunikasi tentang tema dan tugas dan fungsi universal
dan internal agama, secara universal , kita mengenal beberapa tugas dan fungsi
agama. Yakni edukatif, penyelamatan, pengawasan sosial, transformatif dan
persaudaraan.
a). Fungsi edukatif. setiap agama tentu menanamkan nilai-nilai religius terhadap umatnya. sekaligus memberikan pendidikan moral dan melaksanakan praktek-praktek kehidupan yang sesuai dengan ajaran tersebut.
b).
Fungsi penyelamatan. setiap agama
mengajarkan kepada semua umat manusia tentang keselamtan didunia dan diakhirat.
c). Fungsi
pengawasan sosial. Ada dua kategori fungsi pengawasan sosial yang
mengajarkan cara-cara untuk mengatasi menunjang nilai- seperti nilai yang
memerintahkan/menganjurkan/melarang penganut agama untuk melakukan/tidak
melakukan tindakan sesuatu tertentu. Kemudian, fungsi profetis atau kritis
merupakan fungsi agama yang terletak pada kekhususannya yaitu “kritik” terhadap
golongan sosial/pemerintah yang sedang berkuasa, misalnya tindakan pemerintah
yang keliru, kurang adil, dan lain-lain.
d). Fungsi
memupuk persaudaraan. Setiap agama melaksanakan tugas dan fungsi memupuk
persaudaraan. Karena umat beragama sadar tentang kemajemukan umat beragama.
Sehingga mewujudkan beberapa segmentasi tentang interumat beragama maupun
antarumat beragama misalnya ada yang melakukan kesatuan secara kesatuan sosiologis
walaupun dengan berbeda keyakinan, namun ada kesamaan kultur terkadang
mengeratkan rasa satu ras, bahasa, daerah dan lain-lain.
e). Fungsi
transformatif. Agama mewariskan nilai-nilai baru kepada masyarakat misalnya
melalui inkulturasi yang proses penerapannya melalui mimbar atau perikope kitab
suci sesuai dengan kebutuhan mendesak masyarakat dan lain-lain.
b. Efek
terhadap individu
Menurut J.P Williams (1962) tingkat
keagamaan individu terdiri dari :
a)
Tingkat
rahasia. Yakni seseorang memegang ajaran agama yang dianut dan
diyakininya itu untuk dirinya sendiri dan tidak untuk didiskusikan dengan atau
dinyatakan kepada orang lain.
b)
Tingkat
privat atau pribadi. Yakni dia mendiskusikan dengan atau
menambah dan menyebarkan pengetahuan dan keyakinan keagamaannya dari dan kepada
sejumlah orang tertentu yang digolongkan sebagai orang yang secara pribadi amat
dekat dengan hubungan dengan dirinya.
c)
Tingkat
denominasi. Yakni individu mempunyai keyakinan keagamaan yang sama
dengan yang dipunyai oleh individu-individu lainnya dalam suatu kelompok besar,
dan karena itu bukan merupakan sesuatu yang rahasia atau yang privat.
d)
Tingkat
masyarakat. Yakni individu yang memiliki keyakinan keagamaan yang
sama dengan keyakinan keagamaan dari warga masyarakat tersebut.
D. Beberapa masalah aktual agama masa
kini
a. masalah intern umat beragama
Seperti kata Glock dan Stark (1965)
misalnya ada kecenderungan semakin tinggi pengetahuan dikalangan intelektual
seseorang semakin merosot kepercayaannya kepada agama. Ada kecenderungan kuat
pada sementara kalangan umat beragama untuk takluk pada sistem pengetahuan dan
tekhnologi dan mulai mengurangi kepercayaan dan ketergantungannya terhadap agama.
Kemudian berubah dan merosotnya cara hidup sementara pemimpin agama dan juga
kalangan umat beragama sehingga timbul anggapan dan berkurangnya penghargaan
dan penghormatan atas kepemimpinan agama. Umat beragama merasa seolah-olah
kehilangan tokoh agama panutan yang dapat membimbing mereka.
b. masalah
ekstern umat beragama
Semakin kuatnya konflik kepentingan
apakah itu politik, ekonomi dalam konteks sosial atau masyarakat. Misalnya umat
beragama tidak bisa memisahkan agama dengan kelompok rasional, “reference group”,”member group”, mayoritas
dan minoritas, atau dengan kelompok etnik. Jadi, semakin kuatnya kecendungan
orang menjadikan agama sebagai label kelompok. Serta gejala-gejala konflik
terbuka dibidang sosial dan politik yang mengganggu ketahanan dan keamanan
masyarakat yang adalah juga umat beragama hanya karena konflik-konflik antar
pribadi, antar kelompok dan campur tangan birokrasi negara modern kedalam
peranan agama dengan menjadikan agama sebagai label stabilitas.
E. Solusi persoalan antar umat beragama
Agama mengharapkan dikembalikan pada esensi
dasarnya kembali, agama tidak menginginkan diplintirkan kekiri maupun kekanan
yang akhirnya menimbulkan konflik tanpa ujung. Mengutip dari tulisan Prof,H.
Deddy Mulyana, M.A P.hd “konflik antar
budaya dapat kita hindari apabila kita memahami kultur masing-masing peserta
komunikasi”.
2 komentar:
bagus, saya menyimak dan juga mengutif...insha allah
oky makasi
Posting Komentar