Pembakaran Lahan Dibumi Lancang Kuning

Siapa yang pernah mengira, bahwa Riau sangat kaya akan Sumber Daya Alamnya. Namun, relaksasinya perjalanan transisi pemerintahan yang berlangsung hingga hari ini berlangsung. Riau dijadikan kepulan asap yang mengakibatkan bumi lancang kuning divirusi oleh penyakit Ispa. 1.544 jiwa menderita asma, 1.385 jiwa iritasi mata, 2.084 jiwa iritasi kulit, dan 862 jiwa pneumonia. Pantauan satelit NOAA18 menunjukkan ada 145 titik api di Riau. Konsentrasi titik api di Bengkalis 38, Meranti 20, Siak 19, Pelalawan 19, Dumai 17, Inhil 15, Rohil 14, dan Kuansing 3. Dikutip dari Nasional.Inilah.Com. Lagi-lagi yang ingin kita katakan adalah ini adalah ulah dari kaum pemilik modal (Anak Haram Sinar Mas) yang tidak bertanggung jawab yang sengaja melakukan pembakaran lahan untuk melegalkan perkebunan sawit. Tentunya pembakaran lahan tersebut sangat berkaitan dengan proyek MP3EI (Masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi indonesia) yang memfokuskan Riau dijadikan basis Sawit.
Pertanyaanya kapan Riau lepas dari bencana yang jelas-jelas menyengsarakan masyarakat Riau. Akibat ulah investasi modal yang tidak bertanggung jawab. Ada yang tidak logis ketika kepulan asap sampai ke Singapore dan Malaysia. Pemerintah Rezim SBY-Boedione meminta maaf kepada negara jiran. Pertanyaannya dimana letak Kedaulatan negara kita maupun Riau hari ini yang katanya telah merdeka sejak beberapa tahun lalu.

Pesan dari sang Intelektual Mahasiswa yang ada di Yogyakarta. Berharap pejabat daerah dari lini provinsi maupun kabupaten untuk menindak tegas atas perusahaan yang terlibat atas pembakaran lahan tersebut. Jika, tidak. Maka, kalian merupakan bagian anjing dari mereka.

Sepaling tidak Delapan perusahaan yang seharusnya bertanggung jawab atas pembakaran lahan yang terjadi dibumi lancang kuning. Diantaranya PT Langgam Inti Hibrida, PT Bumi Reksa Nusa Sejati, PT Tunggal Mitra Plantation, PT Udaya Loh Danawi, PT AD Plantation, PT Jatim Jaya Perkasa, PT Multi Gambut Industri dan PT Mustika Agro Lestari.

Kalo kita kilas balik, bukankah Riau juga termasuk paru-paru dunia yang mengharuskan untuk terus dijaga kondisi hutannya. Bukan malah dijadikan basis perkebunan yang diuntungkan hanya kaum pemilik modal investasi Asing. Kemudian, ketika proyeksi itu berjalan masyarakat Riau hanya dijadikan buruh yang terus kebergantungan ekonomi hidupnya terus kepada para investasi modal Asing (capitalism). Jika demikian, mengharuskan seluruh masyarakat Riau yang beridentitaskan KTP (Kartu Tanda Penduduk) Riau untuk bernalar kritis atas penindasan yang masih berlaku dibumi lancang kuning. Tentunya masyarakat Riau telah banyak belajar dengan Chevron dan Caltex. Siapa yang diuntungkan dan dirugikan. Basis industrial yang dikelola selama ini hanya menyengsarakan. Kemudian, memaksakan masyarakat Riau untuk berkompetisi dengan kaum pemilik modal. Gambaran relaksasinya sekalipun nilai mata uang kita rupiah. Tapi, tidak bisa dipungkiri harga bahan pokok yang ada disana berbanding lurus dengan harga barang yang ada di Malaysia dan Singapore. Sehingga mengakibatkan masyarakat Riau yang kismin dan kere alias ngutang dengan Toke (Pemilik Kedai/Toko).

Atas landasan prinsip dasar kaum intelektual Riau yang sekalipun jarak yang menjadi problem untuk terus fokus pada kedaerahan dimana kami dilahirkan. “Dimana langit dijunjung, disitu bumi dipijak. Dimana Riau dilindas oleh Tirani dan penindasan. Maka, selama itu pula Ruh kaum intelektual progressif Riau untuk terus bangkit dan melawan segala bentuk penindasan. Tolak Asap, serta Tolak MP3EI Riau. Jika, konektivitas yang dibangun hanya diperuntukkan kaum pemilik modal dan menghabiskan APBD masyarakat Riau”.