Pendidikan Revolusioner


Pendidikan Revolusioner
By: Sona Adiansah

Surah Al-alaq ayat 1-5 : “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Surat Al’alaq menerangkan bahwa Allah menciptakan manusia dari benda yang hina kemudian memuliakannya dengan mengajar membaca, menulis dan memberinya pengetahuan. Berhubungan juga ayat ini wahyu pertama kali yang diturunkan pada malam lailatur qadr serta para malaikat jibril turun kedunia untuk mengatur segala urusan. Bercermin dari ayat diatas alangkah baiknya kita mengambil sedikit cuplikan hikmah betapa pentingnya peran belajar.

Namun, akhir-akhir ini pendidikan mengalami keterpurukan, karena banyaknya persoalan pemerintah yang melakukan penghisapan terhadap perekonomian. Misalnya korupsi dan lain-lain. Sehingga mengakibatkan pendidikan semakin hari mahal, tidak adanya talangan dana untuk pendidikan, serta menjadikan sarana pendidikan korban kapitalisasi. Sehingga menghilangkan identitas fungsi pendidikan yang seharusnya “memanusiakan manusia”. Akibatnya banyak para peserta didik yang putus sekolah, pura-pura lupa dengan realitas dan lain-lain. Oleh karenanya penulis mengajak para membaca untuk memahami apa sebenarnya fungsi pendidikan itu.

Seorang psikologi pendidikan Benjamin Bloom memberikan beberapa fungsi mengenai lembaga pendidikan ; 

a). Membentuk watak dan sikap (affective domain),
b). Mengembangkan pengetahuan (cognitive domain),
c). Melatih keterampilan (psychomotoric atau conative domain).

Pemaknaan Bloom mengenai pendidikan senada dengan pandangan Paolo Freire yang menerangkan, proses pendidikan harus memiliki konsientasi, yaitu proses dimana manusia mendapatkan kesadaran yang terus mendalam tentang realitas kultural yang melingkupi hidupnya. Pemahaman kesadaran konsientasi yang dijelaskan olehnya yaitu ;

a). Kesadaran Magis, kesadaran manusia yang tidak dapat memahami permasalahan yang berada diluar lingkungan kebutuhan biologis. Minat mereka semata-mata tertj pada kelangsngan hidup, dan mereka tidak mempunyai pengertian tentang sisi kehidupan yang berada pada tataran sejarah.

b). Kesadaran Naif, kesadaran yang masih menjadi bagian dari kesadaran massa, dimana kemampuan dialog masih lemah dan mudah diselewengkan, kesadaran ini dicirikan dengan terlalu menyederhanakan masalah, tidak berminat pada penelitian, penjelasan seadanya, dan alasan yang tidak kuat.

c.) Kesadaran Kritis, kesadaran seseorang dalam menghadapi permasalahan dengan pemikiran yang radikal. Kesadaran ini dicirikan oleh kedalaman menafsirkan masalah : dengan mengganti keterangan magis dengan prisnsip sebab akibat, argumentasi yang kuat, bertanggng jawab, keterbukaan akan pembaharuan, lebih mempraktekkan dialog daripada polemik, menolak peran-peran pasif. 

Yang terpenting dari Paolo Freire mengingatkan bahwa pendidikan adalah alat perlawanan dari belenggu penindasan, karena hakikat pendidikan adalah “membebaskan manusia,” Pendidikan harus mengambil posisi yang kritis dan peka.

KarlMarx pernah menyatakan “Kita mesti memaksa keadaan-keadaan yang membeku agar berdansa, dengan cara menyanyikan melodi mereka untuk mereka.”

Dengan melihat dan memaknai dari tulisan diatas mau ataupun tidak sudah selayaknya kita mempersenjatai teori dengan realitas. “Jadikan penindasan yang nyata lebih menindas lagi dengan menambahkan realisasi penindasan kedalamnya.” (KarlMarx dan firedrich engels).”Apa guna kita memiliki sekian ratus ribu alumni yang cerdas, tetapi massa rakyat dibiarkan bodoh? Segeralah kaum sekolah itu pasti akan menjadi penjajah rakyat dengan modal kepintaran mereka.”(Y.B Mangunwijaya)